Rabu, 24 November 2010

Kisah Seorang Veteran Sejati “Usia Boleh Senja, Tapi Semangat Harus Tetap Fajar”





            Seorang laki-laki lanjut usia tengah tegap berdiri dengan pakaian kebesarannya. Pandangannya seakan tertuju lurus menerobos masa depan. Dengan gagah mengenakan pakaian motif batik ditemani dengan penutup kepala semacam peci khas berwarna coklat muda. Siapakah dia? Ya, dia adalah seorang pejuang masa lampau yang biasa kita kenal dengan sebutan Veteran. Kita sering mendengar istilah Veteran. Namun mungkin belum banyak yang mengetahui apa dan bagaimana sebenarnya sosok veteran itu. ”Veteran merupakan tentara yang membela tanah air dengan melawan penjajah asing. Veteran disyahkan saat Pemerintahan Bung Karno sekitar tahun 1957”, ujar Moechsis, salah satu veteran yang bertempat tinggal di Surabaya. Walau di usia yang menjelang senja, namun ingatan tentang sejarah dan perjuangan masa lalu terus melekat. Berdasarkan informasi yang disampaikannya, di Indonesia persebaran veteran terbanyak berada di Provinsi Jawa Timur dengan jumlah kurang lebih sekitar 300 orang. Sedangkan di Jawa Timur, kota Surabaya menduduki peringkat pertama sebagai kota yang memiliki jumlah veteran tertinggi. ”Di Jawa Timur yang paling banyak keberadaan veteran yah di Surabaya ini. Nah, kalau mau dicari lagi, Kecamatan di Surabaya yang masih banyak veterannya berada di Kecamatan Wonokromo”, ujar Sang Veteran. Kecamatan Wonokromo itu sendiri merupakan Kecamatan tempat tinggal beliau beserta keluarganya saat ini. ”Veteran memang paling banyak tinggal di Surabaya karena dulu ada peristiwa insiden penurunan bendera Belanda di Hotel Yamato. Para pejuangnya ya arek-arek yang sebagian besar berasal dari Suroboyo ”, kenangnya.
            Bapak dari tiga orang putra ini lahir tanggal 1 Mei di Magelang, Jawa Tengah. ” Saat ini bapak genap berusia tujuh puluh tiga tahun karena saya kelahiran 1937. Namun dalam daftar identitas (KTP), tahun lahir saya tertera tahun 1940. Itu karena pada saat masih bertugas, usia bapak dijadikan tiga tahun lebih muda”, ungkapnya. Beliau adalah seorang purnawirawan Marinir Angkatan Laut. Selama bertugas, Pak Moechsis pernah diterjunkan membela tanah air dalam pertempuran melawan Portugis, Malaysia, dan Belanda di era tahun 50-an. Walau usianya terbilang tidak muda lagi, tapi semangatnya tidak kalah dibandingkan anak muda. Itulah salah satu alasan kenapa penulis memilih untuk mengangkat cerita kehidupannya. Raut wajah yang keriput tidak menjadi penghalang baginya untuk tetap eksis. Walau saat ini negara Indonesia sudah merdeka dari penjajah namun semangat beliau untuk mengabdi kepada masyarakat masih membara.”Dulu, yang bantu perjuangan melawan penjajah yah masyarakat itu sendiri. Kami para pejuang bergerilya di malam hari lalu siangnya kami mendapat tempat berlindung di rumah-rumah warga. Warga lah yang menolong para pejuang. Mereka (para warga) memberikan bantuan berupa makanan kepada para pejuang. Selain itu, mereka juga mengijinkan para pejuang menginap di rumah mereka. Tujuannya yah melindungi para pejuang dari penjajah yang saat itu banyak berjaga-jaga di jalanan”, katanya dengan ekspresi raut wajah yang serius. Jika dahulu senjata adalah teman sehari-harinya, saat ini keluarga dan lingkungannya lah yang menjadi teman di kala senja. ”Sekarang bapak yah masih aktif di kegiatan-kegiatan kampung semisal pengajian dan lain-lain”, tambahnya. Dari kisah yang telah diceritakan sang veteran setidaknya membuktikan jika di usia tua pun, masih ada kesempatan untuk bisa berkontribusi di masyarakat. Menjadi tua bukan selamanya berarti kita sudah tidak mampu untuk beraktivitas. Tingkatan usia bukan menjadi satu-satunya tolak ukur keaktifan seseorang dalam mengerjakan segala sesuatu. Namun yang terpenting adalah bagaimana menumbuhkan semangat  untuk tetap berkarya di hari tua.    

Sang Veteran di Mata Keluarga dan Kerabat




            Canda tawa masih terdengar dari kejauhan saat sore menjelang di sebuah rumah yang cukup asri.  Itulah sekilas kondisi rumah tangganya yang telah dibina selama 42 tahun. Selama 42 tahun usia pernikahan tersebut, beliau telah dikaruniai tiga orang anak laki-laki. Iswanjiah (67) adalah sosok perempuan yang menjadi teman hidup Moechsis. Mereka berdua adalah pasangan yang dikenal harmonis di tengah-tengah masyarakat. Walau usianya sama-sama tidak muda lagi namun pasangan tersebut masih terlihat serasi. Seringkali sang veteran mengeluarkan jurus-jurus jenaka untuk membuat seisi rumah tertawa. Ya, beliau memang memiliki selera humor yang cukup tinggi. Jika ada kerabat yang berkunjung ke rumahnya, beliau dan sang istri seringkali menghidangkan humor-humor menarik. Sehingga tidak heran jika ada salah seorang kerabat yang pernah berkunjung mengatakan pada penulis jika dirinya merasa senang berada di tengah-tengah keluarga Pak Moechsis. ”Beliau adalah orang yang tidak bisa diam, cepat akrab dengan orang lain. Beliau suka menganggap semua orang adalah saudara”, ujar Siti, salah satu kerabat keluarga Pak Moechsis.
 Saat penulis menanyakan apa resep beliau dalam menjaga keharmonisan rumah tangga, beliau menjawab ”Mbak, rumah tangga bagi bapak berfungsi sebagai 3 tempat. Rumah tangga bisa berfungsi sebagai sebuah rumah, tempat dimana kita bisa tinggal di dalamnya. Rumah tangga juga bisa berfungsi sebagai sekolah yang di dalamnya kita bisa saling belajar. Selain itu juga bisa dijadikan sebagai masjid. Tempat kita untuk beribadah kepada Tuhan”. Dengan bijak beliau menyampaikan ungkapan tersebut, sehingga terdengar bagai pesan yang berharga. Ternyata sebuah rumah tangga bisa memiliki arti yang cukup luas dan mendalam bagi seseorang yang telah lanjut usia seperti Pak Moechsis. Rumah tangga selain sebagai tempat kita untuk berlindung dan berteduh juga bisa menjadi tempat untuk menimba ilmu dan beribadah. Menimba ilmu memang bisa dilakukan dimana saja. Termasuk dalam sebuah rumah tangga. Karena dalam berumah tangga itulah banyak pengalaman-pengalaman baru yang bisa kita jadikan bahan pelajaran. Begitu juga dengan fungsi rumah tangga sebagai masjid. Alangkah indah jika sebuah rumah dihiasi dengan suasana yang religius. Kenyamanan dan ketenangan akan kental terasa jika rumah tangga tersebut mampu menghadirkan suasana religi di dalamnya.
Rumah tangga ibarat sebuah kapal yang mengarungi samudera. Jika kapal tersebut dikemudikan oleh seorang nahkoda dan awak kapal yang handal, maka kapal itu bisa berlayar dengan baik di tengah-tengah terpaaan gelombang. Hal inilah yang dicontohkan oleh keluarga Pak Moechsis. Masing-masing anggota keluarga senantiasa berusaha menjaga agar 3 fungsi rumah tangga tersebut bisa berjalan seimbang. Penulis berharap semoga 3 fungsi tersebut mampu menjadi kunci keharmonisan yang bisa diteladani bagi keluarga-keluarga lain dalam membina sebuah rumah tangga.

Olahraga Rokhani, Resep Mendapat Ketenangan di Hari Tua
            Sederhana namun berprinsip, itulah kesan yang penulis tangkap dari pribadi sang veteran. Saat membagi kisah hidupnya tersebut, sesekali beliau tidak lupa untuk menyisipkan beberapa pesan spiritual yang bermanfaat. Hal ini karena kepribadian beliau yang juga dikenal sebagai sosok religius. Sehingga tidak mengherankan jika di tempat tinggalnya bisa ditemui hiasan-hiasan kaligrafi. “Bapak dan istri bapak setiap subuh berolahraga. Tapi olahraganya bukan olahraga seperti pada umunya. Melainkan olahraga rokhani. Awalnya penulis masih dipenuhi pertanyaan, apakah maksud dari olaharaga rokhani itu? Penulis bersyukur karena beliau mau berbagi panjang lebar tentang salah satu kebiasanya tersebut. “Pada saat subuh biasanya kami sudah duduk di depan televisi untuk menonton ceramah agama. Lalu sorenya dilanjutkan dengan mendengar ceramah agama di radio setiap pukul 16.30 WIB. Dengan begitu rasanya bisa tenang”, kata Pak Moechsis sambil menghidupkan radionya. Dalam melakukan segala sesuatu memang sudah seharusnya didasari dengan pondasi agama. Begitulah kehidupan Pak Moechsis, seseorang yang selalu berusaha agar tidak melupakan Tuhan dalam setiap melakukan aktivitasnya.
            Ada kisah menarik yang pernah beliau bagi saat itu. Beliau menceritakan tentang bagaimana tegasnya sebagai seorang bapak kost. Kebetulan, bagian depan rumahnya digunakan sebagai tempat kost untuk wanita. “Pada saat itu, ada salah seorang anak kost yang menjemur (maaf) pakaian dalam di halaman luar. Saat itu beliau dengan bijak memberikan nasihat kepada anak kostnya untuk menjemur “barang-barang” milik pribadi dengan menaruhnya di tengah-tengah pakaian yang lebih besar. Itu bertujuan agar pakaiannya tidak terlihat dari luar. “Saya nasehati dia agar menjemur pakaian dalam di tempat-tempat yang tersembunyi. Kalau toh dia ingin menjemur pakaian di teras depan, bapak minta dia untuk menaruhnya di tengah-tengah pakaian besar agar tidak terlihat dari luar ”, komentar beliau dengan bijak. “Bukan bermaksud apa, hal itu agar tidak mengundang pikiran negatif orang yang melihat. Walaupun bapak sudah tua, bapak berusaha menjaga pandangan mata ini. Lambat-laun,akhirnya anak-anak kost bisa memahami apa maksud di balik ketegasan saya itu. Karena ini semata-mata juga untuk kebaikan mereka”, tambah beliau.  Rasa kagum penulis terhadap beliau bertambah seketika itu juga.
Tidak hanya menerapkan nilai-nilai agama dalam konteks berhubungan dengan orang lain, tapi dirinya juga menanamkan nilai-nilai tersebut dalam keluarga. Penulis akhirnya perlahan-lahan menemukan resep beliau menjaga kesehatan fisiknya. “Jaga, pola makan. Ikutilah tuntunan Rasul. Makanlah saat kamu merasa lapar dan berhentilah sebelum kenyang” katanya. Pesan itu memang salah satu tuntutan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dalam agama Islam. Dengan pola makan beliau yang terjaga, bukan sesuatu yang mengherankan jika stamina beliau tetap fit walaupun sudah lanjut usia. Kehidupan keluarganya yang religius, juga diakui oleh salah seorang teman dekat Istri Pak Moechsis. “Pak Moechsis dan istrinya adalah dua orang yang tidak mau berhenti belajar tentang ilmu agama”, ujar Fia. Nilai-nilai agama itu juga beliau terapkan dalam kehidupan sosialnya. “Bapak sering mengikuti ceramah agama di Masjid dekat rumah”, ungkapnya. Dari aktivitas di luar itulah Pak Moechsis, banyak mendapatkan tambahan ilmu baru khususnya yang bermuatan agama. Tambahan ilmu tersebut kemudian beliau sebarkan  pada orang lain. Sehingga dari sini apa yang beliau dapatkan juga bisa bermanfaat tidak hanya untuk dirinya pribadi namun juga lingkungan sekitar.  
Banyak hal yang bisa dipetik dan dipelajari dari kisah hidup Pak Moechsis ini. Mulai dari pengalaman beliau untuk berusaha menjadi insan yang bermanfaat di tengah-tengah keluarga dan lingkungan sekitar. Di akhir pertemuan, beliau menitipkan satu pesan yang berharga. ”Tugas manusia adalah untuk berusaha setelah itu berikhthiar, serahkan semua pada Allah. Bapak bisa seperti sekarang karena bapak telah menyerahkan hidup ini  sepenuhnya kepada Tuhan setelah bapak berusaha. Landasilah hidup dan pemikiran  kita berdasarkan nilai-nilai yang bersumber dari tuntunan agama. Karena jika kita menyampaikan pandangan yang seringkali hanya berdasarkan penilaian pribadi bisa saja membuat orang lain kurang percaya pada kita” ujar Pak Moechsis sebelum menutup perbincangan. Penulis berharap semoga kelak lebih banyak lagi para lansia produktif yang bermunculan di tanah air ini dan keberadaannya mampu memberikan inspirasi dan pencerahan bagi semua orang khususnya bagi generasi muda penerus. Satu kalimat penutup sebagai motivasi bagi para lansia yang ada di negeri  ini, usia boleh senja tapi semangat harus tetap fajar.


                                                                    


By : Ika Tri Wilujeng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar